PasarModern.com,
JAKARTA — Perjuangan warga Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) untuk mendapatkan tarif air yang adil terus berlangsung dan kini telah sampai di meja pengadilan. Gugatan ini muncul akibat kebijakan PAM Jaya yang sejak tahun 2014 mengenakan tarif air kategori rumah susun menengah (5F3), padahal status legal hunian adalah rusunami (5F2) yang seharusnya mendapatkan tarif lebih rendah.
Kuasa Hukum Penggugat Haris Candra menyatakan bahwa sidang masih dalam agenda pemanggilan para pihak. Namun, pihak tergugat 1 (PAM Jaya) dan tergugat 2 (Gubernur DKI Jakarta) kembali tidak hadir dalam panggilan ketiga.
“Ini panggilan ketiga. Jika PAM Jaya dan Gubernur DKI kembali absen, sidang akan tetap dilanjutkan dengan pembacaan gugatan,” ujarnya.
Ketua PPPSRS Gading Nias Edison Manurung menjelaskan bahwa tarif air yang dikenakan PAM Jaya selama lebih dari satu dekade dikategorikan sebagai tarif rumah susun menengah. Padahal, status hukum dan dokumen lingkungan menyatakan bahwa Gading Nias adalah rusunami.
“Kita punya SK gubernur, dokumen kementerian, dan amdal yang menyatakan rusunami. Tapi tarif air kita tidak mencerminkan itu,” katanya.
Menurutnya, akibat salah penempatan klasifikasi pelanggan, warga telah membayar kelebihan hingga Rp17 miliar selama 11 tahun. Gugatan ini muncul setelah berbagai upaya mediasi ke Pemprov DKI dan DPRD tidak membuahkan hasil. Dalam gugatannya, warga meminta agar pengadilan menetapkan rumah susun Gading Nias masuk dalam kategori tarif air golongan 5F2 sesuai klasifikasi rusunami bukan 5F3 rumah susun menengah yang selama ini diberlakukan.
“Kami menuntut pengembalian dana kelebihan bayar yang selama ini masuk ke PAM Jaya. Uang itu milik warga. Kami minta dikembalikan,” ucapnya.
Jika legalitas para pihak telah diperiksa dan dinyatakan sah, maka sidang akan dilanjutkan dengan penunjukan hakim mediator.
Edison menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dinilai lamban merespons keluhan warga berpenghasilan rendah.
“Presiden Prabowo Subianto minta agar pemerintah tidak menyulitkan rakyat. Prabowo bilang jangan bodohi masyarakat. Tapi aturan ini terasa tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tuturnya.
PAM JAYA GENJOT PIPANISASI
Di sisi lain, Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Jaya Arief Nasrudin mengatakan pihaknya sudah memasang sekitar 130.000 sambungan layanan air bersih perpipaan hingga 2025 atau hampir tiga kali lipat dari capaian tahun lalu.
“Saat ini kami sudah menyambung 130.000 sambungan rumah. Cakupannya sudah 75% sekarang, jadi sudah terus meningkat,” ujarnya.
Pihaknya akan terus meningkatkan jumlah sambungan rumah agar semakin banyak warga mendapatkan akses layanan air bersih. Targetnya, cakupan layanan air minum perpipaan dapat 100% pada 2029.
BUMD DKI Jakarta tersebut berencana memasang sambungan baru untuk 1.000 kepala keluarga di Kampung Muka, Kelurahan Ancol, Jakarta Utara, pada akhir Januari 2026. Hal itu karena belum semua warga di sana mendapatkan akses layanan air bersih perpipaan.
“Air di sini tekanannya kurang baik. Saat ini sudah dalam perbaikan dan tekanannya sekarang sudah dua bar. Kami menambah, booster untuk menguatkan supaya airnya tak kesulitan,” katanya.
Adapun khusus masyarakat kategori kelas 2A1 (Rumah Tangga Sangat Sederhana) dan 2A2 (Rumah Tangga Sederhana I) dikenakan tarif Rp1 per liter kubik. Pihaknya akan terus menyosialisasikan terkait layanan air perpipaan pada masyarakat.
“Jadi kalau sebulan biaya hanya Rp35 ribuan. Kalau beli nanti galon-galonnya itu kan mahal sekali,” ucap Arief.
Direktur Operasional Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan menuturkan PAM Jaya tengah menyiapkan rencana besar membangun jalur pipa untuk menghadirkan pasokan air bersih langsung dari daratan Jakarta ke Kepulauan Seribu melalui sistem perpipaan (pipanisasi).
“Program ini merupakan hasil tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak mitra ahli (expertise) yang akan mendukung pembangunan jaringan perpipaan sepanjang sekitar 110 kilometer,” tuturnya.
Terobosan ini bermula saat Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno melakukan kunjungan ke Turki dan mempelajari sistem suplai air bersih atau air minum di sana. Menurutnya, saat ini suplai air bersih untuk masyarakat Kepulauan Seribu masih mengandalkan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) dan Brackish Water Reverse Osmosis (BWRO).
“Selama ini air laut diolah dengan SWRO dan langsung disalurkan kepada masyarakat. Kemudian, ada juga BWRO dengan memanfaatkan air tanah. Namun, dalam rencana ke depan, air akan langsung dikirim dari instalasi pengolahan air di Jakarta menuju Kepulauan Seribu melalui sistem perpipaan,” terangnya.
Jaringan pipa ini akan menghubungkan delapan pulau permukiman yang menjadi prioritas layanan PAM Jaya. Saat ini, pihaknya masih mengkaji pipa yang akan dibuat mengapung (floating pipeline) atau dipasang dengan sistem lain.
“Panjang pipa yang dibutuhkan sekitar sekitar 110 kilometer. Tentu yang menjadi tantangan adalah lalu lintas laut di sekitar pulau-pulau yang akan dilalui pipa,” ujar Syahrul.
Proyek pipanisasi ini diharapkan menjadi terobosan besar sekaligus warisan (legacy) bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam mencapai target 100 persen cakupan layanan air bersih pada 2029.
“Kami berharap proyek ini dapat terealisasi segera, sebelum tahun 2029, sesuai dengan target Gubernur untuk cakupan layanan air minum 100% di Jakarta,” ucapnya.
Adapun biaya pokok produksi air bersih dengan sistem SWRO di Kepulauan Seribu saat ini masih sangat tinggi, yakni sekitar Rp40.000 per meter kubik. Namun, masyarakat hanya membayar Rp1.000 hingga penggunaan per 3 meter kubik.
“Secara bisnis memang tidak ada keuntungan karena biaya produksinya jauh di atas tarif pelanggan. Tapi jika air bisa langsung didorong dari Jakarta, tentu akan ada efisiensi besar yang bisa kami capai. Kami masih membahas terkait teknis dan ekonomi dengan pendampingan dari para ahli. Kami berharap proyek pipanisasi ini dapat segera dimulai dan menjadi solusi permanen atas keterbatasan air bersih di Kepulauan Seribu,” tuturnya.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menargetkan layanan air bersih di Jakarta sebesar 80% tercapai pada akhir tahun ini.
“Sampai hari ini, layanan air bersih di Jakarta sudah 74,24%. Ini adalah hal yang menggembirakan dan mudah-mudahan sampai dengan akhir tahun bisa adalah 80%,” katanya.
Untuk mengejar target cakupan air 100% di Jakarta yakni dengan meresmikan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pesanggrahan. IPA Pesanggrahan memiliki kapasitas 750 liter per detik dari sumber bakunya yakni Sungai Pesanggrahan, Banten. Selain dapat memenuhi kebutuhan air di Jakarta, IPA tersebut juga diklaim dapat membantu kebutuhan warga Tangerang Selatan.
“Ada 45.000 sambungan rumah dan untuk 10 kelurahan dan tiga kecamatan,” katanya.
10 kelurahan itu yakni Bintaro, Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Ulujami, Petukangan Utara, Cipulir, Srengseng, Joglo, Meruya Utara dan Meruya Selatan. Ketersediaan air bersih merupakan prioritas Pemprov DKI. Adapun kebutuhan air bersih seluruh warga Jakarta dapat terpenuhi pada 2029.
PAM Jaya terus meningkatkan layanan air bersih di Jakarta dengan membangun jaringan perpipaan di IPA Buaran III, Reskom Tambora dan Gandaria Utara. Selain itu, terdapat pula program 20.000 sambungan baru, program KAS (kartu air sehat), sanitasi prima untuk penyedotan tangki septik gratis bagi pelanggan, bantuan tandon air gratis, penyediaan pemurni air (water purifier), dan program layanan terbaik satu jam dari PAM Jaya.
Pramono juga meminta agar suplai air baku dari Waduk Karian, Serpong, Banten, bisa masuk ke Jakarta sebelum 2030 guna mendukung cakupan layanan air bersih sebesar 100%
