Masalah Sampah di Kota Bandung yang Terus Berulang
Di tengah perubahan kepemimpinan, masalah sampah di Kota Bandung tetap menjadi isu yang terus berulang. Bahkan di masa pemerintahan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dan Wakilnya Erwin, yang dimulai sejak 20 Februari 2025, masalah ini tetap menjadi fokus utama. Namun, meskipun sampah menjadi janji politik dan prioritas kerja awal, solusi yang efektif masih sulit ditemukan.
Tokoh lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Supardiyono Sobirin, mengatakan bahwa Kota Bandung seperti terkena kutukan sampah. Ia menyoroti adanya masalah struktural dalam kepemimpinan dan komitmen daerah dalam menangani sampah. Menurutnya, selama puluhan tahun, masalah ini tidak pernah terselesaikan karena solusi yang diketahui tidak memiliki kekuasaan, sedangkan yang memiliki kekuasaan tidak tahu solusinya.
Pendekatan Baru untuk Pengelolaan Sampah
Sobirin menyarankan agar penyelesaian masalah sampah membutuhkan kehendak politik, pendidikan, dan kultural. Namun, ia menyayangkan bahwa semua aspek tersebut belum dilakukan secara serius. Regulasi yang ada hanya berupa tulisan tanpa sanksi atau insentif, dan sinergitas antar lembaga juga hanya omong kosong.
Menurut Sobirin, masalah sampah tidak cukup diatasi dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Ia menegaskan bahwa konsep 12R lebih efektif, termasuk refuse, rethink, reduce, re-earth, reuse, repair, refurbish, repurpose, remanufacture, recycle, recover, dan re-mine. Konsep ini menekankan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir, bukan hanya di akhir proses.
Peran Ekonomi Sirkular
Dalam era ekonomi sirkular, pengolahan sampah tidak lagi hanya bergantung pada recycle di tahap akhir. Pendekatan 12R dibagi ke dalam tiga kelompok besar: pencegahan timbulan sampah di sumbernya, pemakaian ulang dan pemanjangan umur produk, serta pengolahan secara aman dan bermanfaat. Dengan demikian, ekonomi sirkular menempatkan manusia sebagai pengelola sumber daya yang berkelanjutan, bukan hanya sebagai penghasil sampah.
Tanggapan dari Anggota DPRD
Anggota DPRD Kota Bandung Nunung Nurasiah menekankan pentingnya langkah cepat dan konkret dari Pemkot Bandung untuk mengatasi darurat sampah. Ia menilai bahwa masalah sampah tidak cukup dihadapi dengan wacana atau program sesaat. Fasilitas penanganan sampah seperti mesin pencacah di beberapa kecamatan harus difungsikan secara optimal.
Nunung juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah. Meski sudah ada program pemilahan, praktik di lapangan masih kurang optimal. Ia menyarankan adanya edukasi terus-menerus kepada masyarakat dan inovasi dalam pengelolaan sampah.
Program Magotisasi Sampah Organik
Program magotisasi sampah organik yang kini mulai digalakkan oleh Pemkot Bandung dinilai memiliki potensi solusi berkelanjutan, asalkan ada perencanaan matang dalam pengelolaan hasil magot. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk yang signifikan setiap tahun turut memperparah persoalan sampah. Produksi sampah meningkat, sementara kapasitas pengelolaan masih terbatas.
Penanganan Sampah oleh Pemkot Bandung
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyatakan bahwa permasalahan sampah saat ini bukanlah pada kekurangan ritase armada, melainkan antrean yang terlalu menumpuk pada jalur masuk ke area TPA Sarimukti. Ia menjelaskan bahwa sistem baru telah memecah antrean menjadi beberapa jalur, sehingga antrean bisa lebih cepat dan lebih banyak per hari.
Farhan menargetkan seluruh tumpukan sampah di TPS dapat terselesaikan pada 23 November 2025. Untuk solusi jangka panjang, Pemkot Bandung akan meluncurkan kebijakan baru untuk penguatan pemilahan sampah di tingkat warga.
Fasilitas Pengolahan Sampah yang Berkembang
Ketua Tim Pengurangan Sampah DLH Kota Bandung Syahriani mengatakan bahwa sejumlah fasilitas baru di beberapa tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) kini mulai menunjukkan dampak positif dalam mengurangi kapasitas sampah yang diangkut ke TPA Sarimukti. TPST Nyengseret, Telegela, dan Holis II kini mampu mengurangi beban sampah secara signifikan.
Regulasi di Kota Bandung juga sudah mengatur kewajiban pemilahan dan penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di kawasan tersebut, namun pada praktiknya masih belum efektif. Syahriani berharap seluruh kawasan berpengelola dapat tertib melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah secara mandiri dan terintegrasi. DLH juga memberikan bimbingan teknis dan insentif bagi kawasan yang ingin maju.
