,
Yogyakarta
– Rencana penataan
Stasiun Lempuyangan
,
Yogyakarta
, oleh
PT Kereta Api Indonesia
(KAI) menghadapi penolakan dari masyarakat. Mereka menentang karena perencanaan tersebut akan menyebabkan pemukiman di bagian selatan stasiun itu dibongkar paksa.
Pemukiman yang berisiko digusur karena proyek perencanaan Stasiun Lempuyangan tersebut termasuk dalam RW 1 Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta. Wilayah ini ditempati oleh 14 kepala keluarga (KK).
Juru Bicara dan Penasehat Hukum bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) Stasiun Lempuyangan, Antonius Fokki Ardiyanto, menyatakan tegas penolakan dari penduduk RW 1 Bausasran terhadap pemindahan paksa yang direncanakan oleh PT KAI dalam konteks perencanaan pembaharuan dan modernisasi Stasiun Lempuyangan. Menurut Fokki, manajemen PT KAI sudah mengadakan pertemuan dengan masyarakat setempat guna memperkenalkan konsep tersebut pada Kantor Kelurahan Bausasran. Namun, hasil diskusi ini mencetuskan adanya program renovasi yang melibatkan pengungsian tempat tinggal bagi belasan keluarga atau tepatnya 14 kepala keluarga. Sementara itu, mereka-mereka yang harus berpindah adalah penyewa properti di lahan milik Kesultanan.
“Puluhan warga yang selama ini mencari nafkah di area stasiun sebagai petugas parkir atau pedagang kaki lima pun akan terpengaruh, oleh karena itu kita dengan tegas menyatakan penolakan atas rencana modernisasi tersebut,” ungkapnya.
Pemilik Memiliki Bukti Kepemilikan Lahan
Penolakan masyarakat terhadaprencana penggusuran tersebut, menurut Fokki, berdasar pada fakta bahwa sebelumnya warga telah memperoleh Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dokumen ini merupakan bukti kepemilikan fisikal atas struktur bangunan yang ada di lahan milik Pemerintahan Kesultanan. Mereka telah menyimpan surat ini untuk beberapa dekade dan menggunakkannya sebagai tanda validitas hukum serta pembuktian bahwa mereka telah menjaga aset fisik ini secara konsisten. Selain itu, ketika gempa besar melanda Yogyakarta pada tahun 2006, penduduk setempat dengan sukarela merehabilitasi rumah-rumah mereka sendiri.
Berdasarkan surat keputusan dari Badan Pertahanan Nasional, para warga yang berpotensi diungsikan tersebut beserta dengan penduduk desa tetangga di area Stasiun Lempuyangan berniat mengajukan permintaan kepada Keraton Yogyakarta selaku pemilik lahan guna memperoleh hak atas magersari. “Kelompok pedagang kaki lima di sekitaran Stasiun Lempuyangan turut membantah hal ini karena mereka merasa akan dikesampingkan dan kemungkinan besar menjadi pengangguran sehingga bisa mengancam masa depan mereka,” ungkapnya.
Penataan Stasiun Lempuyangan Mendesak
Manajer Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, tidak membantah tentang rencana perombakan Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta tersebut. Rencana renovasi ini sangat dibutuhkan mengingat berbagai alasan tertentu. Salah satu alasannya adalah akibat dari jumlah penumpang yang semakin meningkat pada KA Jarak Jauh (KAJJ) serta Commuter Line (KRL). Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki aspek keamanan, layanan, dan kenyamanan para pengguna dengan melakukan pembinaan stasiun.
Setiap harinya, Stasiun Lempuyangan mengirimkan 4.194 penumpang kereta api jarak jauh (KAJJ) dan menyambut kedatangan 4.151 penumpang KAJJ. Sedangkan untuk pengguna Kereta Rel Listrik (KRL), jumlahnya mencapai 3.599 orang yang naik dan 3.699 orang lainnya yang turun di Stasiun Lempuyangan,” ungkapnya. Menurut data dari Feni, hal tersebut membuktikan bahwa stasiun ini bertugas melayani seluruh penumpang dengan total angka hingga 15.643 jiwa tiap hari.
Feni menyebutkan bahwa Stasiun Lempuyangan adalah salah satu pintu gerbang utama menuju Kota Yogyakarta. Kota ini populer di kalangan masyarakat sebagai tujuan untuk belajar, berkarier, melakukan usaha, serta liburan. Dia menjelaskan, “Untuk meningkatkan dan memperbesar kapabilitas area stasiun dengan tetap mengedepankan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan para penumpang diperlukan ruang yang cukup.” Feni menekankan pentingnya memiliki luasan tanah yang memungkinkan pembangunan tersebut.
Area Stasiun Lempuyangan dikategorikan sebagai tanah milik sultan, tetapi PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre VI Yogyakarta telah mendapatkan hak penggunaan serta kewenangan mengelolanya. Selain itu, PT KAI Daop 6 Yogyakarta pun telah memperoleh SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah).
Berkenaan dengan kepemilikan SKT, sesuai laporan sebelumnya, hal ini tak bisa digunakan sebagai bukti atas aset tanah atau bangunan tersebut. Menurut Feni dari KAI Daop 6 Yogyakarta, pihak mereka sudah melakukan sosialiasi dan tetap akan mengoordinasikan diri dengan para pemangku kepentingan. Dia menambahkan, “Kami siap membahas lebih jauh lagi guna memastikan lancarnya rencana pengaturan area yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, keamanan, serta kenyamanan pada perjalanan kereta.”