PIKIRAN RAKYAT –
Lahan dan properti sebagai bagian dari warisan adalah sumber daya penting yang umumnya diberikan kepada penerus sesudah pemilik utama meninggalkan dunia ini. Menurut KUHPer atau Code of Civil Legislation, benda-benda yang bisa diserahkan dalam bentuk warisan mencakup baik barang berpindah tangan maupun tetap, misalnya lahan serta struktur bangunan.
Namun, bagaimana jika tanah atau rumah warisan dirawat secara sembarangan atau ditinggalkan begitu saja? Terdapat kemungkinan bahwa properti tersebut dapat disita pemerintah.
Maka dari itu, sangatlah vital untuk mengerti prosedur-prosedur yang harus diikuti guna mencegah penyerizan properti warisan seperti rumah atau lahan oleh pemerintah.
1. Jalankan Tata Cara Penyeraan Harta Warisan
Setelah sang pemilik meninggal, para penerus harus menangani pengalihan hak atas properti warisan seperti tanah atau rumah. Prosedur tersebut meliputi kunjungan ke Kantor Tanah terdekat sambil mempersiapkan berkas penting seperti akta kematian si pemilik, bukti status sebagai penerima warisan, serta dokumen tambahan lainnya.
Apabila kepemilikan atas lahan atau tempat tinggal tidak langsung dipindahkan, hal ini dapat menciptakan ketidakjelasan hukum, sehingga ada potensi untuk pemerintah mengklaim bahwa properti tersebut merupakan tanah kosong.
2. Periksa agar tanah atau rumah tidak ditinggalkan begitu saja
Lahan bekas warisan seperti tanah atau rumah yang tidak dioptimalkan, jarang dirawat, atau ditinggalkan begitu saja untuk jangka waktu tertentu dapat dikategorikan sebagai lahan terlantar. Menurut Pasal Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2021 mengenai Penataan Wilayah dan Pengambil Alih Lahan Abandoned, area tersebut jika memenuhi syarat yaitu tidak dilakukan penanganan sama sekali, tak difungsikan dengan baik, atau kurang perhatian juga memiliki potensi disita pemerintah.
Maka dari itu, tanah atau rumah warisan sebaiknya dipelihara dengan baik dan digunakan secara tepat guna, bisa untuk penggunaan sendiri, disewakan, ataupun dikembangkan menjadi sumber pendapatan yang produktif.
3. Jaga dan Gunakan Harta Warisan dengan Bijak
Satu metode agar rumah atau lahan warisan tak dianggap sebagai meninggalkan asset kosong adalah dengan menjaga serta menggunakan properti itu. Bila enggan menempati rumah warisan, pikirkanlah untuk mensewakannya atau menerapkannya dalam kegiatan bermanfaat secara sosial maupun ekonomi.
Lahan yang tak digunakan selama jangka waktu tertentu, atau bangunan yang ditinggalkan tanpa penghuni, bisa dianggap sebagai harta benda terlantar dan berpotensi dirampas oleh pemerintah demi kebutuhan umum masyarakat.
4. Lindungi Sertifikat Tanah atau Rumah Secara Aman
Surat hak milik atas lahan atau bangunan adalah bukti resmi dari kepemilikan tersebut. Karena alasan ini, amatlah vital bagi Anda untuk merawat surat-surat ini dengan hati-hati. Harap pastikan bahwa surat-surat tersebut tersimpan di lokasi yang terjamin keselamatan dan ketepatan penggunaannya agar tak sampai jatuh ke tangan orang-orang yang tidak seharusnya memiliki nya.
Sertifikat yang hilang atau masih bersama orang lain dapat memberi kesempatan pada mereka untuk menuntut hak atas tanah atau rumah warisan itu. Apabila sertifikatnya lenyap, sebaiknya langsung laporkan ke otoritas terkait dan ikuti langkah-langkah perubahan dokumen sehingga status kepemilikannya tetap valid.
5. Tempatkan Tanda Batas pada Luas Tanah
Menetapkan batasan lahan menggunakan patok atau penanda formal lainnya merupakan langkah krusial dalam mencegah aset warisan dirampas oleh pihak luar tanpa persetujuan pemilik. Pemasangan patok ini membuat garis batas properti menjadi lebih jelas, sehingga dapat menurunkan risiko sengketa hak milik dari individu yang tak memiliki alasan sah.
Lahan yang tidak memiliki pagar pembatas dengan jelas cenderung lebih mudah diperdebatkan atau disalahgunakan oleh pihak ketiga, bahkan mungkin dirampas oleh pemerintah apabila dikategorikan sebagai lahan kosong.
6. Buruan Periksa Hukum Jika Diatur Oleh Orang Lain
Apabila tanah atau properti warisan diambil alih oleh orang lain secara tidak sah, ahli waris berhak meminta pengembalian kekuasaannya atas aset tersebut. Sesuai Pasal 834-835 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, para pewaris bisa mengajukan tuntutan hukum guna merebut kembali hak mereka terhadap warisan itu, dan hal ini harus dilakukan selambat-lambatnya 30 tahun sejak proses penentuan warisan dimulai.
Maka dari itu, perlu sekali melakukan tindakan cepat apabila terdapat orang yang menduduki lahan atau rumah warisan tanpa persetujuan.
7. Berkonsultasilah dengan Notaris atau Spesialis Hukum
Apabila Anda menemui kendala atau kebingungan dalam hal penatausahaan lahan atau properti warisan, sebaiknya berkonsultasi dengan seorang notaris ataupun pakar hukum. Mereka akan mampu menyediakan arahan tentang hak-hak milik para pewaris serta langkah-langkah legal yang harus dipatuhi guna memastikan perlindungan atas aset-aset tersebut.
Dengan menerima bantuan hukum yang sesuai, tindakan-tindakan dalam menjaga kekayaan warisan akan menjadi lebih terencana dan aman.
8. Manfaatkan Tanah atau Rumah untuk Kegiatan Sosial
Apabila rumah atau tanah warisan sulit diurus sendiri, opsi yang baik adalah menyewakannya untuk digunakan dalam berbagai aktivitas sosial atau demi kemaslahatan publik.
Sebagai contoh, lahan bisa difungsikan untuk pertanian, pembangunan hunian disewakan, atau keperluan lain yang memberi manfaat ekonomis. Dengan pemanfaatan positif seperti itu, properti warisan tidak akan berstatus sebagai tanah kosong dan rendah terpakai serta menurunkan risiko penyerapan kembali aset tersebut oleh pemerintah.
9. Tetapkan Koneksi dengan Pihak Berkepentingan lainnya
Apabila lahan atau properti warisan mencakup sejumlah ahli waris, sangatlah krusial untuk mempertahankan komunikasi yang efektif serta mengatasi setiap perselisihan atau ketidaksesuaian berkaitan dengan pemanfaatan harta warisan.
Dengan demikian, diskusi bersama dan penentuan aturan yang jelas di antara para pewaris akan menjamin bahwa aset tersebut dikelola secara efektif tanpa tersia-siakan kepada orang yang tak berhak. ***