Komitmen Pemerintah terhadap Energi Bersih dan Proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik
Pemerintah Indonesia semakin menegaskan komitmennya terhadap pengembangan energi bersih. Presiden Prabowo Subianto menargetkan proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) atau Waste to Energy (WTE) di 34 titik wilayah akan rampung pada 2027. Agenda ambisius ini tidak hanya bertujuan untuk menekan timbunan sampah nasional, tetapi juga memperluas portofolio energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Rencana tersebut disampaikan oleh Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Senin (20/10/2025), bertepatan dengan genap setahun pemerintahannya berjalan. Dalam arahannya, Prabowo menekankan bahwa proyek ini menjadi salah satu prioritas nasional di bawah pengawasan langsung pemerintah pusat.
“Sekarang Danantara proyek dia di antaranya pertama adalah akan segera membangun 34 pembersihan limbah sampah dari kota-kota besar alatnya atau pabrik pembersihannya dan bisa mengolah ini menjadi energi listrik,” ujar Prabowo.
Proyek ini akan segera dieksekusi setelah seluruh tahapan lelang kontrak dan pemilihan teknologi terbaik selesai dilakukan. Ia menegaskan urgensi proyek tersebut mengingat tumpukan sampah di berbagai kota besar sudah mencapai titik mengkhawatirkan.
“Ini sudah menjadi sesuatu yang sangat mendesak. Kalau tidak salah di Bantar Gebang sudah mencapai puluhan juta ton, 55 juta ton. Limbahnya 55 juta ton sudah menggunung, kalau terjadi hujan deras dia bisa membahayakan banyak kampung di sekitar situ,” ungkapnya.
Lebih jauh, Prabowo menekankan bahwa proyek PSEL tak hanya menyangkut aspek lingkungan, tetapi juga berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat dan sektor pariwisata nasional.
“Insyaallah dalam 2 tahun kita selesaikan 34 kota, ini sangat strategis karena ini menyangkut kebersihan, kesehatan, bagaimana kita berharap pariwisata naik, kalau Bali tidak bisa bersihkan sampahnya bisa kita bayangkan mau enggak turis datang ke tempat kotor jorok, jadi ini strategis, terima kasih Danantara,” tuturnya.
Proyek PSEL Dilaksanakan oleh Danantara Indonesia
Proyek ini akan dijalankan oleh Danantara Indonesia, entitas investasi pemerintah yang mendapat mandat khusus untuk mempercepat agenda hilirisasi dan energi bersih. CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani menyebutkan bahwa tahap awal proyek PSEL akan dimulai di 10 kota yang telah dipilih berdasarkan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Salah satu program yang insyaallah akan segera kami launching di awal bulan November adalah waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi listrik,” kata Rosan di sela acara Indonesia International Sustainability (ISS) Forum 2025 di Jakarta International Convention Center (JCC), Jumat (10/10/2025).
Rosan menuturkan, pemilihan lokasi awal mempertimbangkan ketersediaan pasokan sampah dan air di wilayah tersebut. Tim Danantara juga telah melakukan komunikasi dengan para kepala daerah terkait kesiapan lahan dan dukungan infrastruktur.
Lebih lanjut, Rosan mengungkapkan bahwa kebutuhan investasi proyek PSEL di 33 titik mencapai sekitar Rp91 triliun. Proyek besar ini pun langsung menarik minat pelaku usaha, baik domestik maupun asing. “Dan ini ternyata mengundang appetite dari para investor dalam luar negeri, sangat-sangat luar biasa. Tadi saya disampaikan, yang ingin ikut program itu terdaftar sudah mencapai 192 perusahaan untuk program WTE,” ujarnya.
Emiten-Emiten Siap Kembangkan PSEL
Dari sisi pasar modal, sejumlah emiten energi dan infrastruktur nasional diperkirakan akan menjadi pemain utama dalam proyek ini. PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) menjadi salah satu yang paling siap. Direktur Utama OASA Bobby Gafur Umar mengungkapkan bahwa perseroan telah memiliki dua portofolio proyek PSEL yang saat ini dalam tahap persiapan pembangunan, masing-masing di Tangerang Selatan dan Jakarta.
“Silakan kaji dengan angka [penjualan listrik] baru tanpa tipping fee US$20 sen. Tapi kami sudah menghitung keekonomiannya masuk. Hanya perlu beberapa insentif,” kata Bobby. Ia menyebut proyek PSEL di Jakarta ditargetkan beroperasi penuh pada 2029, dengan potensi kontribusi positif terhadap pendapatan jangka panjang.
Selain OASA, PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) juga mencatatkan kinerja positif dari diversifikasi bisnis pengolahan limbah. Unit usaha baru TOBA di sektor ini berhasil mencatat pendapatan sebesar US$59,6 juta dengan EBITDA US$10 juta, menghasilkan margin 17%—lebih tinggi dibandingkan lini bisnis batu bara mereka.
SOFA Garap Bisnis Pengelolaan Sampah
Selain deretan emiten energi, PT Boston Furniture Industries Tbk. (SOFA) juga tak ingin ketinggalan momentum. Melalui anak usahanya, PT Pratama Satya Prima, SOFA melakukan ekspansi usaha ke bisnis pengelolaan sampah dan pembangkit listrik sejalan dengan proyek waste to power yang sedang digiatkan pemerintahan Presiden Prabowo.
Direktur SOFA Dimas Adiyasa Wiryaatmaja menyampaikan bahwa anak usaha perusahaan telah menambah kegiatan usaha yang tertuang dalam akta keputusan pemegang saham PT Pratama Satya Prima No.91 tanggal 15 Oktober 2025, yang telah didaftarkan ke Kementerian Hukum dengan nomor pendaftaran No.AHU-0242418.AH.01.11.TAHUN 2025.
Dimas menjelaskan, penambahan usaha tersebut mencakup dua bidang utama: pengelolaan sampah atau waste management dan pembangkit listrik atau power plants. Berdasarkan keterbukaan informasi 16 Oktober 2025, kegiatan itu meliputi treatment dan pembuangan sampah tidak berbahaya, pemulihan material logam, produksi kompos organik, hingga pemulihan barang bukan logam.
Selain itu, PT Pratama Satya Prima juga akan bergerak di bidang pembangkit tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, serta pembangkitan dan penjualan tenaga listrik dalam satu kesatuan kegiatan usaha. “Dengan adanya kegiatan usaha baru yang ditambahkan tersebut, tidak menghentikan kegiatan usaha yang sekarang dijalankan oleh Perseroan dan juga PSP akan tetap beroperasi secara normal,” ujar Dimas.
Langkah ekspansi tersebut bertepatan dengan bergulirnya proyek waste to power nasional, menandai upaya SOFA untuk masuk ke sektor energi terbarukan dengan potensi jangka panjang yang besar.
Regulasi Pendukung Proyek PSEL
Dukungan regulasi pun kian konkret. Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden No. 109/2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan. Regulasi ini menjadi payung hukum baru yang mengatur model bisnis, pembiayaan, dan harga listrik hasil PSEL, yaitu US$0,20 per kWh dengan kontrak jual beli listrik (PJBL) selama 30 tahun antara PLN dan badan usaha pelaksana.
Secara nasional, kebijakan ini diharapkan menjadi titik balik pengelolaan limbah perkotaan yang selama ini belum optimal. Dari total 56,63 juta ton sampah yang dihasilkan setiap tahun, lebih dari 60% belum terkelola dengan baik. Dengan sistem PSEL yang terintegrasi, pemerintah menargetkan dapat mengubah beban lingkungan menjadi sumber energi baru sekaligus peluang bisnis hijau bagi emiten domestik.





